Rabu, 26 September 2007

wasgitel


SEGELAS AIR TEH PANAS WASGITEL (wangi sepet legit dan kentel).

S. Bagaimana hukumnya dzikir dengan mengeraskan suara dan berjamaah setelah sholat lima waktu?
J. Hukumnya boleh dan tidak dimakruhkan bahkan salah seorang ulama muhadditsin Al imam Assuyuthy telah menyebutkan sekitar 25 hadits yang menerangkan kesunahan mengeraskan suara ketika berdzikir.
Benar sekali kalau dalam Alqur’an sendiri ada beberapa ayat yang berkenaan dengan dzikir jahr/keras dan dzikir khofy/pelan.kedua-duanya diperbolehkan dan berdalil shorih.bahkan khususnya membaca Alquran
Para ulama sepakat disunahkan untuk dibaca secara jahr atau keras.Diantara dalil mengeraskan suara
Ketika berdzikir setelah sholat berjamaah adalah hadits Imam bukhori dan muslim dari Ibnu abbas,beliau
Berkata:”Anna rofa’a ashshouti bidzdzikri hiina yanshorif Annaasu minal maktuubati kaana ‘alaa ‘ahdi Annabiyyi saw.wa qoola Ibnu Abbas :”Kuntu a’lamu idzanshorofuu bidzaalik”.Artinya : sesungguhnya mengeraskan suara dengan berdzikir ketika selesainya manusia dari sholat maktubah/lima waktu adalah telah terjadi pada zaman Rosulullah saw.Ibnu Abbas ra berkata :”aku tahu setelah selesainya mereka dari sholat denag suara dzikir yang keras tersebut”.

Dan dalam sebuah hadits qudsi hadits Imam Bukhori dari Abu hurairoh ra ;”Anaa ‘inda dzonni ‘abdii bii, wa anaa ma’ahuu idzaa dzakaronii.wa idzaa dzakaronii fii nafsihi,dzakartuhuu fii nafsii.Wa idzaa dzakaronii fii malain,dzakartuhuu fii malain khoirun minhu”.Artinya Aku menurut persangkaan hamba Ku kepada Ku.Aku bersamanya ketika ia mengingat Ku.Apabila ia menyebutKu dalam hatinya,maka Aku menyebutnya dalam dzatKu dan apabila dia menyebutKu dalam suatu perkumpulan,maka Aku menyebutnya didalam perkumpulan yang lebih baik dari perkumpulannya.

Lafadz Malain dalam hadits diatas menunjukkan bahwa dzikir tersebut dikerjakan dengan berjamaah.(Ta’liq jawahir Albukhori).

NB.Dinukil dari Ibnu Mas’ud bahwasanya beliau mengusir orang-orang yang mengeraskan bacaan tahlil dari dalam masjid.Keterangan ini perlu diteliti,apakah benar dari Ibnu Mas’ud?kalau seumpama benar,maka akan bertentangan dengan banyak hadits sebagaimana imam suyuthi nyatakan.

Maroji’/referensi dari kitab Al haawy lil fatawa 224 juga di jilid 1/274.